TEMA : Seribu Kisah Blogger Syar’i yang tetap Cool
Pertemuan Dua Kubu
“ Masihkah kau menginginkannya?”
Sabrin menanyakan hal itu kepada Nani saudara sepupunya.
“Kenapa tidak? Kemarin aku sudah
mati-matian belajar masa harus berhenti sampai di sini Mbak...”Nani menunjukkan
jawaban yang penuh dengan rasa optimis. Sambil membenahi bagian – bagian bukunya yang sudah kumal
karena sering dipakainya untuk belajar, satu per satu disesuaikan dengan
halamannya kemudian diberikan lem di sela-sela agar tampak apik kembali. Sabrin
yang sedari tadi mengamati tingkah Nani lalu mendekati sepupunya.
“Selayaknya memang begitu pantang menyerah sebelum mencoba, bukan begitu?” ada
nada memancing pertanda keinginan untuk mengetahui seberapa besar minat
sepupunya itu. “Besok pagi-pagi kau meski berangkat ke Jakarta untuk
melanjutkan mimpimu Nan, aku hanya bisa mendoakan semoga langkahmu kali ini
berhasil, setelah kemarin-kemarin kau gagal melaluinya, sudah kau benahi
pakaianmu yang kau bawa besok ditambah lagi piranti-piranti yang kau akan
kau bawa?” Sesekali Sabrin membenahi kerudungnya yang menutupi hampir setengah
badannya itu. Ada sebuah ketenangan yang
dirasakan ketika mengenakan hijab bukan saja anjuran dari suaminya namun juga
panggilan hati yang lebih memengaruhi dirinya untuk mengenakan hijab itu.
Pagi-pagi sekali Nani sudah
berkemas untuk berangkat, Sabrin turut membantu menyediakan sarapan pagi meski
hanya roti tawar yang dibalut dengan selai nanas kesukaan Nani, baru dibelinya
tadi malam. Disahutnya roti tawar itu untuk cepat – cepat dimasukkan dalam
mulutnya. Dalam sekejap roti di mulutnya sudah habis. “Nan, nanti kalau sudah
sampai di tempat temanmu jangan lupa telepon aku ya” pesan Sabrin kepada
Nani. “ OK” Setelah pamit, Nani keluar rumah taxi pesanannya tadi pagi sudah
menunggu di depan. Keduanya berpelukan ada sebuah rasa trenyuh di hati Sabrin,
walaupun mereka bukan saudara kandung tapi tetap ada ikatan darah yang mengalir
di tubuh mereka. Hal serupa juga dirasa oleh Nani.
Kereta sudah berangkat
meninggalkan stasiun, ini adalah pengalaman kedua Nani untuk melanjutkan hal
yang sama seperti di tahun kemarin. Ada sebuah rasa khawatir di hati Nani,
namun semua itu terkalahkan oleh semangatnya yang menggebu. Di depannya duduk
seorang wanita yang cukup manis, sepertinya seumuran dengannya kalau dilihat
dari raut wajahnya. Wanita itu tersenyum seperti hendak mengenalkan dirinya
untuk bisa mengenal lebih dekat. “Mbak hendak ke mana?” sontak Nani merasa
kaget ternyata wanita itu memang ingin berkenalan dengannya dibuktikan dengan
inginnya mengajukan pertanyaan kepadanya. “ Hendak ke stasiun Gambir?”
“hmm, mbak ini lucu ya, kalau
begitu saya sudah tahu mbak, maksud saya tempat tujuannya” sambil melihat
dengan seksama ke arah Nani. Rupanya wanita ini kepo juga, dalam sisi hati Nani berbicara. “Mau ke Otista” jawabnya
ringkas, ingin menerka apalagi pertanyaan yang diucapkan oleh wanita itu. “Wow,
kok sama ya” wanita itu heran. “Itu kebetulan Mbak” ucap Nani. “Otistanya
mana?” ternyata benar wanita ini ingin mengetahui lebih jauh. “ Kost Khumairo” jawabnya lirih. Wanita itu
mengamati Nani dengan ekspresi serius. “Kost Khumairo?” seperti tidak percaya,
dia ulangi jawaban itu menjadi sebuah pertanyaan. “Betul...kenapa heran?”.
“Jangan-jangan Anda temannya Mbak Diah ya?” “Kok tahu?” mereka berdua saling
bertanya karena bahan pembicaraannya sinkron. “ Mbak Diah itu orangnya ...”
sambil mengacungkan jempol, Nani menjadi paham dengan gesture wanita itu.
Memang benar Mbak Diah orang yang baik bahkan paling baik mungkin. Bagaimana
tidak di tahun kemarin saja Mbak Diah yang direpotkan olehnya justru malah
mengeluarkan tenaga dan uang untuk kepentingannya. Mana ada perempuan sebaik
itu di Jakarta ini, apalagi posisinya saat itu masih berentitas mahasiswa. Maka
bukan hal mashgul bila dirinya dikenal oleh banyak orang. Termasuk wanita yang
ada dihadapannya kali ini, entah apa kaitan wanita yang saat ini dihadapannya
dengan mbak Diah, dalam hatinya ingin menanyakan, siapa tahu wanita itu
bersedia menceritakan dirinya sendiri maksudnya hubungannya dengan mbak Diah
itu. Ternyata tidak, apa yag sudah dipikirnya salah ternyata wanita ini juga
bisa jaim. Sepertinya harus dirinya yang mesti bertanya balik. “Memangnya
hubunganmu dengan mbak Diah apa?” agak malu-malu Nani mengajukan pertanyaan.
Bukannya langsung dijawab, wanita itu justru tersenyum-senyum sendiri. Membuat
Nani menjadi penasaran. Nani masih menunggu jawabannya, agak lama juga
menunggu. “Mbak Diah itu kakakku, saya ke sana untuk menjenguknya. Sekalian
juga ingin mencari kerja di sana.” “Apa, kakak kandungmu” “ Betul, kenapa tidak
percaya?” wanita itu mengeluarkan telepon genggamnya, mencari di galeri foto
yang ada bersama dengan kakaknya itu. Ternyata benar banyak sekali foto-foto
mbak Diah yang dilihat Nani di handphone wanita itu. Mungkin Tuhan telah
menolongnya kali ini. Sudah mempertemukan dengan adik kandung mbak Diah. Adalah
hal yang bisa dibilang langka dan harus disyukuri.
“Siapa namamu? Aku jadi merasa
tidak enak dari tadi kita bertanya jawab tapi belum mengenali satu sama
lainnya” Nani mengulurkan tangannya hendak berjabat tangan dengan wanita itu,
wanita itupun menyambut dengan ramah sekali. “ Kamila...” “Wow, itu nama yang
cantik secantik orangnya, bukan begitu?” pujian pertama diberikan teruntuk
Kamila entah apa pujian berikutnya yang akan berlanjut. “Nani, aku kenal
kakakmu sudah setahun yang lalu, awalnya aku hendak melamar di Sekolah Ikatan
Dinas, sudah tiga yang aku coba. Dan Beginilah aku harus mengulangi kali kedua
di tahun ini”Nani menjelaskan, “O.. begitu ceritanya, kalau aku ke Jakarta selain
untuk menjenguk juga ingin mencari pekerjaan sepertinya kita seperjuangan
sama-sama punya tujuan” balas Kamila. “Katakanlah kita 2 kubu yang sudah
dipertemukan, hanya saja kita perorangan hi...hi...” Nani tertawa dengan
terbahak seolah lupa bahwa masih ada tanggung jawab yang dengan berkaitan dirinya
sendiri dan menentukan nasibnya. Tak apalah yang penting tidak berlebihan
paling tidak bisa menghilangkan keseriusan sebelumnya.
Kereta sampai di stasiun,
keduanya saling jalan berjajar karena tujuan yang sama. Mereka meninggalkan stasiun dan
berlalu bersama taxi yang baru saja lewat.
“Kejutan apa ini? kalian bisa-bisanya datang
berdua..” Suara itu tak lain Mbak Diah merasa terheran-heran atas apa yang
terjadi di hadapannya kali ini. “Ini kenyataan khan bukan khayalan, kakak I
Miss you” Kamila yang berparas manis dengan wajah sumringah dan kata-kata
manisnya mampu membuat benteng pertahanan kakaknya luluh, terbukti dengan air
mata yang tiba-tiba keluar dari kedua bola matanya. Kedua kakak beradik itu
saling berpelukan melepas kerinduan. Nani hanya bisa menatap trenyuh. “ kalian
sudak lama tiada bertemu ya?”keluar juga pertanyaan dari Nani. “Ayo masuk...
tamuku kubiarkan kali ini”sadar bahwa
ada Nani di tempat itu. Ketiganya berbincang asyik dengan bahasanya masing-masing.
Keterangan gambar diambil dari:
Taxi- living in Indonesia
Otista- Megapolitan-Kompas.com
Kereta-detik News