Peran Orang Tua Terhadap Pola Asuh Anak di Era Now
"I..bu..Ma ... ma ... Pa ... pa .." adalah celoteh anak pertama kali bisa berbicara yang umum kita dengar. Mengapa??? Karena anak dekat dengan orang tuanya, orang tualah yang pertama kali mengajari berbicara, menulis, membaca dan lain sebagainya.
Keluarga merupakan pendidik yang pertama dan utama. Peran penting keluarga
dalam pendidikan telah dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara sejak tahun 1935,
sebagai bagian dari Tri Sentra Pendidikan, yaitu: alam keluarga, alam
perguruan, dan alam pergerakan pemuda. Kemitraan Tri Sentra Pendidikan
diharapkan dapat membangun ekosistem pendidikan yang mampu menumbuhkembangkan
karakter dan budaya berprestasi.Perkembangan teknologi memberikan tantangan
dalam pendidikan anak di masa kini. Keterlibatan keluarga dalam pendidikan
sangat penting dalam menghadapi tantangan tersebut. Program Direktorat Jenderal
Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat salah satunya adalah
memperluas informasi dan edukasi tentang pelibatan keluarga dalam menghadapi
tantangan pendidikan anak di masa kini. Hal tersebut akan menunjang tercapainya
visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu “Terbentuknya insan serta ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang
berkarakter dengan berlandaskan gotong royong”.
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat. Memegang peranan penting
terhadap asuh anak. Mari kita ambil contoh, seorang anak yang temperamen, bisa
saja dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang temperamen, begitupun anak yang
suka bohong karena terbiasa mendengarkan
atau melihat aksi bohong dari orang tuanya, sebaliknya seorang anak yang manis
dan berpekerti bahkan berprestasi dibesarkan dari keluarga yang taat norma.
Fenomena kecenderungan global ditandai dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Data dari Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2016 menunjukkan bahwa pengguna
internet di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pengguna internet
di Indonesia pada tahun 2016 sekitar 132,7 juta jiwa. Media yang digunakan
sebagian besar adalah gawai, dengan jumlah pengguna sekitar 67,2 juta jiwa.
Sebanyak 34 juta pelajar adalah pengguna internet. Perkembangan teknologi dan
komunikasi memberikan tantangan dalam pendidikan anak di zaman sekarang.
Besarnya jumlah pengguna internet dari kalangan pelajar perlu menjadi perhatian
bagi dunia pendidikan. Berbagai konten terdapat dalam internet baik positif
maupun negatif. Penyalahgunaan internet seperti mengakses konten negatif akan
berpengaruh bagi tumbuh kembang anak. Selain itu, penyalahgunaan teknologi dan
komunikasi juga dapat mengakibatkan berbagai permasalahan dalam perilaku anak
misalnya kecanduan game, bullying, motivasi belajar yang menurun dan lain-lain.
Tantangan dalam pendidikan anak di masa kini perlu
disikapi bersama. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memiliki
peran penting dalam pendidikan anak. Pelibatan keluarga dalam penyelenggaraan
pendidikan perlu ditingkatkan sehingga akan mendukung terwujudnya ekosistem
pendidikan yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi tumbuh kembang anak. Hal ini
didukung oleh Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 30 Tahun 2017
tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan.
Hidup di era now, memang memerlukan kecerdasan dan
kesabaran ekstra orang tua dalam mengasuh putra-putrinya. Dan itu bukanlah
perkara yang mudah. Bagaimana tidak, teknologi yang berkembang pesat salah
satunya adalah gawai yang merupakan produk perkembangan mutakhir teknologi,
membuat hampir seluruh manusia di penduduk negeri ini mengetahui dan tidak
sedikit yang memanfaatkannya. Gawai (bahasa
Inggris: gadget) adalah suatu peranti atau
instrumen yang memiliki tujuan dan fungsi praktis yang secara spesifik
dirancang lebih canggih dibandingkan dengan teknologi yang
diciptakan sebelumnya.
Perbedaan gawai dengan teknologi yang lainnya adalah unsur
kebaruan berukuran lebih kecil. Sebagai contoh:
- Komputer merupakan alat elektronik yang memiliki pembaruan berbentuk gawainya yaitu laptop/notebook/netbook.
- Telepon rumah merupakan alat elektronik yang memiliki pembaruan berbentuk gawainya telepon seluler.
Seorang anak
adalah makhluk sosial (zoon politicon) yang butuh bersosialisasi juga. Menurut Loree (1970:86) Sosialisasi
merupakan suatu proses di mana individu (terutama) anak melatih kepekaan
dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan
tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta belajar bergaul dengan bertingkah laku,
seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya. Tentu kita tidak ingin
anak kita menjadi manusia yang nonsosial/antisosial (individu yang tidak tahu
apa yang diharapkan kelompok sosial sehinga tingkah lakunya tidak sesuai dengan
harapan sosial, sehingga dengan sengaja melawan hal tersebut), sebagai konsekuensinya
adalah dikucilkan oleh kelompok sosial.
Salah satu penerapan gawai terkait dengan hubungan sosial adalah media sosial via
gawai yang memungkinkan terjadi komunikasi dengan siapa saja yang dikehendaki. Dengan
siapa mereka bergaul sebaiknya orang tua perlu tahu. Mengingat pergaulan dapat
memengaruhi perilaku anak, orang tua turut berperan dalam memberikan benteng
diri dengan pendidikan akhlak supaya anak menjadi berkepribadian tangguh tidak
mudah terombang-ambing oleh arus lingkungan yang ditemui selama bergaul dengan
orang lain atau teman sebayanya.
Gawai apik yang
berwujud kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) seperti drone uantuk
mengambil gambar, Nest Thermostat (pengatur suhu ruangan otomatis), Netatmo Welcome (kamera pintar
pencegah maling), dan lainnya tentu berarti perubahan yang positif. Namun
bagaimana bila gawai itu lebih dari ajang untuk mencari informasi, komunikasi dan hiburan? atau
ibarat bumerang yang tidak tampak. Dalam artian membuat seakan mati suri karena
turunnya minat belajar, dan lebih parah lagi adalah tumbuhnya budaya cuek, cuek
ketika dipanggil, cuek dengan keberadaan seseorang walaupun itu berjarak dekat
atau cuek ketika diminta orang tua untuk belajar . Kita mungkin pernah
mengalami hal di atas. Sungguh memang sistem mempunyai kelebihan dan
kekurangan.
Di era sekarang melarang sama sekali seorang anak bermain
gawai sungguh tidaklah mungkin. Bisa-bisa
membuat anak justu menjadi gaptek, prestasi turun dan tidak berfikir terbuka
terhadap teknologi dan hal-hal baru, sementara teman-temannya lainnya sungguh lihai memanfaatkan
teknologi yang ada. Belum lagi pekerjaan rumah dari bapak/ibu guru di sekolah yang
mesti harus cepat selesai dan tidak memungkinkan untuk mencari-cari di buku
atau tidak ada di buku. Apalagi sekarang ada K-13 yang seakan membuat para
orang tua yang membantu putra-putrinya ketika belajar di rumah (selain guru)
dan murid sendiri harus banyak mencari informasi terkait dengan pembelajaran di
kelas. Maka sangatlah mungkin saat itu
pasti akan memanfaatkan gawai via browsing atau membaca di E-book. Tentu kita
tidak menginkan hal seperti yang tercetak miring di atas bukan?....
Upaya yang mungkin kita lakukan adalah mengiringi
anak ketika sedang menggunakan gawai dan banyak mewanti-wanti (menasehati) agar
anak bisa membagi waktu antara belajar dan berhibur melalui gawai. Mengajak anak mengikuti les musik, sempoa, bahasa inggris dan kegiatan lain yang lebih bermanfaat. Budaya juweh
( dalam bahasa Jawa) yang berarti suka memberi komentar terhadap orang lain (
guru ke murid, orang tua ke anak, dsb.) perlu dilakukan dengan maksud
nasehat-nasehat yang diberikan berulang kali bisa diserap anak dan bisa
diimplementasikan/ diterapkan pada akhirnya. Selain itu juga memberikan
pengertian dan gambaran nyata tentang
efek positif dan negatif terlalu sering menggunakan media sosial, mengarahkan
anak pada kesibukan yang bermanfaat seperti les, membaca, dll., melalui
komunikasi interpribadi dengan gaya yang luwes dan meyakinkan semoga bisa mengena
dan diterima anak. Jika melalui komunikasi interpribadi tidak mempan orang tua bisa menyita gawai dan memperbolehkan menggunakan
kembali bila memungkinkan. Semoga ulasan ini bermanfaat. #sahabatkeluarga
Daftar Pustaka:
Ali Nugraha & Yeni Rachmawati. (2008). Metode Pengembangan Sosial Emosional. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Image: netralnews.com
Image: bacakita.com
Image: bagikandakwah.blogspot.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar