Senin, 28 Mei 2018

Peran Orang Tua Terhadap Pola Asuh Anak di Era Now




Peran Orang Tua Terhadap Pola Asuh Anak di Era Now

"I..bu..Ma ... ma ... Pa ... pa .." adalah celoteh anak pertama kali bisa berbicara yang umum kita dengar. Mengapa??? Karena anak dekat dengan orang tuanya, orang tualah yang pertama kali mengajari berbicara, menulis, membaca dan lain sebagainya.

Image results for the image of parents to educate children

Keluarga merupakan pendidik yang pertama dan utama. Peran penting keluarga dalam pendidikan telah dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara sejak tahun 1935, sebagai bagian dari Tri Sentra Pendidikan, yaitu: alam keluarga, alam perguruan, dan alam pergerakan pemuda. Kemitraan Tri Sentra Pendidikan diharapkan dapat membangun ekosistem pendidikan yang mampu menumbuhkembangkan karakter dan budaya berprestasi.Perkembangan teknologi memberikan tantangan dalam pendidikan anak di masa kini. Keterlibatan keluarga dalam pendidikan sangat penting dalam menghadapi tantangan tersebut. Program Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat salah satunya adalah memperluas informasi dan edukasi tentang pelibatan keluarga dalam menghadapi tantangan pendidikan anak di masa kini. Hal tersebut akan menunjang tercapainya visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu “Terbentuknya insan serta ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berkarakter dengan berlandaskan gotong royong”.
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat. Memegang peranan penting terhadap asuh anak. Mari kita ambil contoh, seorang anak yang temperamen, bisa saja dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang temperamen, begitupun anak yang suka bohong karena  terbiasa mendengarkan atau melihat aksi bohong dari orang tuanya, sebaliknya seorang anak yang manis dan berpekerti bahkan berprestasi dibesarkan dari keluarga yang taat norma.
Image result for image mendampingi anak gunakan gawai

Fenomena kecenderungan global ditandai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2016 menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pengguna internet di Indonesia pada tahun 2016 sekitar 132,7 juta jiwa. Media yang digunakan sebagian besar adalah gawai, dengan jumlah pengguna sekitar 67,2 juta jiwa. Sebanyak 34 juta pelajar adalah pengguna internet. Perkembangan teknologi dan komunikasi memberikan tantangan dalam pendidikan anak di zaman sekarang. Besarnya jumlah pengguna internet dari kalangan pelajar perlu menjadi perhatian bagi dunia pendidikan. Berbagai konten terdapat dalam internet baik positif maupun negatif. Penyalahgunaan internet seperti mengakses konten negatif akan berpengaruh bagi tumbuh kembang anak. Selain itu, penyalahgunaan teknologi dan komunikasi juga dapat mengakibatkan berbagai permasalahan dalam perilaku anak misalnya kecanduan game, bullying, motivasi belajar yang menurun dan lain-lain.
Tantangan dalam pendidikan anak di masa kini perlu disikapi bersama. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memiliki peran penting dalam pendidikan anak. Pelibatan keluarga dalam penyelenggaraan pendidikan perlu ditingkatkan sehingga akan mendukung terwujudnya ekosistem pendidikan yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi tumbuh kembang anak. Hal ini didukung oleh Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 30 Tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan.
Hidup di era now, memang memerlukan kecerdasan dan kesabaran ekstra orang tua dalam mengasuh putra-putrinya. Dan itu bukanlah perkara yang mudah. Bagaimana tidak, teknologi yang berkembang pesat salah satunya adalah gawai yang merupakan produk perkembangan mutakhir teknologi, membuat hampir seluruh manusia di penduduk negeri ini mengetahui dan tidak sedikit yang memanfaatkannya. Gawai  (bahasa Inggris: gadget) adalah suatu peranti atau instrumen yang memiliki tujuan dan fungsi praktis yang secara spesifik dirancang lebih canggih dibandingkan dengan teknologi yang diciptakan sebelumnya.
Perbedaan gawai dengan teknologi yang lainnya adalah unsur kebaruan berukuran lebih kecil. Sebagai contoh:
  • Komputer merupakan alat elektronik yang memiliki pembaruan berbentuk gawainya yaitu laptop/notebook/netbook.
  • Telepon rumah merupakan alat elektronik yang memiliki pembaruan berbentuk gawainya telepon seluler.
Seorang anak adalah makhluk sosial (zoon politicon) yang butuh bersosialisasi juga. Menurut Loree (1970:86) Sosialisasi merupakan suatu proses di mana individu (terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta belajar bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya. Tentu kita tidak ingin anak kita menjadi manusia yang nonsosial/antisosial (individu yang tidak tahu apa yang diharapkan kelompok sosial sehinga tingkah lakunya tidak sesuai dengan harapan sosial, sehingga dengan sengaja melawan hal tersebut), sebagai konsekuensinya adalah  dikucilkan oleh kelompok sosial. Salah satu penerapan gawai terkait dengan hubungan sosial adalah media sosial via gawai yang memungkinkan terjadi komunikasi dengan siapa saja yang dikehendaki. Dengan siapa mereka bergaul sebaiknya orang tua perlu tahu. Mengingat pergaulan dapat memengaruhi perilaku anak, orang tua turut berperan dalam memberikan benteng diri dengan pendidikan akhlak supaya anak menjadi berkepribadian tangguh tidak mudah terombang-ambing oleh arus lingkungan yang ditemui selama bergaul dengan orang lain atau teman sebayanya.
Gawai apik yang berwujud kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) seperti drone uantuk mengambil gambar, Nest Thermostat (pengatur suhu ruangan otomatis), Netatmo Welcome (kamera pintar pencegah maling), dan lainnya tentu berarti perubahan yang positif. Namun bagaimana bila gawai itu lebih dari ajang untuk mencari  informasi, komunikasi dan hiburan? atau ibarat bumerang yang tidak tampak. Dalam artian membuat seakan mati suri karena turunnya minat belajar, dan lebih parah lagi adalah tumbuhnya budaya cuek, cuek ketika dipanggil, cuek dengan keberadaan seseorang walaupun itu berjarak dekat atau cuek ketika diminta orang tua untuk belajar . Kita mungkin pernah mengalami hal di atas. Sungguh memang sistem mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Di era sekarang melarang sama sekali seorang anak bermain gawai sungguh tidaklah mungkin. Bisa-bisa membuat anak justu menjadi gaptek, prestasi turun dan tidak berfikir terbuka terhadap teknologi dan hal-hal baru, sementara teman-temannya lainnya sungguh lihai memanfaatkan teknologi yang ada. Belum lagi pekerjaan  rumah dari bapak/ibu guru di sekolah yang mesti harus cepat selesai dan tidak memungkinkan untuk mencari-cari di buku atau tidak ada di buku. Apalagi sekarang ada K-13 yang seakan membuat para orang tua yang membantu putra-putrinya ketika belajar di rumah (selain guru) dan murid sendiri harus banyak mencari informasi terkait dengan pembelajaran di kelas.  Maka sangatlah mungkin saat itu pasti akan memanfaatkan gawai via browsing atau membaca di E-book. Tentu kita tidak menginkan hal seperti yang tercetak miring di atas bukan?....
Upaya yang mungkin kita lakukan adalah mengiringi anak ketika sedang menggunakan gawai dan banyak mewanti-wanti (menasehati) agar anak bisa membagi waktu antara belajar dan berhibur melalui gawai. Mengajak anak mengikuti les musik, sempoa, bahasa inggris dan kegiatan lain yang lebih bermanfaat. Budaya juweh ( dalam bahasa Jawa) yang berarti suka memberi komentar terhadap orang lain ( guru ke murid, orang tua ke anak, dsb.) perlu dilakukan dengan maksud nasehat-nasehat yang diberikan berulang kali bisa diserap anak dan bisa diimplementasikan/ diterapkan pada akhirnya. Selain itu juga memberikan pengertian  dan gambaran nyata tentang efek positif dan negatif terlalu sering menggunakan media sosial, mengarahkan anak pada kesibukan yang bermanfaat seperti les, membaca, dll., melalui komunikasi interpribadi dengan gaya yang luwes dan meyakinkan semoga bisa mengena dan diterima anak. Jika melalui komunikasi interpribadi tidak mempan  orang tua bisa menyita gawai dan memperbolehkan menggunakan kembali bila memungkinkan. Semoga ulasan ini bermanfaat. #sahabatkeluarga
Daftar Pustaka:
Ali Nugraha & Yeni Rachmawati. (2008). Metode Pengembangan Sosial Emosional. Jakarta: Universitas Terbuka.
Image: netralnews.com
Image: bacakita.com
Image: bagikandakwah.blogspot.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar